Suara adzan berkumandang dengan indah,
ku kayuh sepeda onthel (milik
keponakanku) dengan semangat dan bahagia. Semangatku mengalahkan dinginnya
udara malam ini, mengalahkan lelahnya kedua kakiku karena jarak antara rumah
dan masjid yang lumayan jauh. Dan mengalahkan semua fikiran-fikiran buruk yang
sempat menjerat fikiranku.
Sampai di masjid kudirikan sholat sunnah
terlebih dahulu, karena kulihat masih banyak orang yang melakukannya. Beberapa
saat kemudian iqomah mulai terdengar dan ku mulai mengatur barisan sholat
bersama jamaah yang lain.
Sepertinya aku mengenal mbaknya ini. Tapi dimana, dia begitu sholeqah. Caranya mengangkat
tangan dan bertakbir, caranya ruku’,caranya sujud..begitu anggun dan khusyu’.
Disela sholat tarawih,aku berfikir dan bertanya-tanya siapakah gerangan
disamping kananku ini?.
Sholat tarawih usai. Berganti
dengan khotib yang mulai memberikan siraman rohani dan nasehat-nasehat yang
menyejukkan jiwa. Dalam diam aku berusaha memperhatikannya. Rasanya ingin
sekali aku menjadi seperti dia. Caranya berdzikir memuji dan mengingat Allah
membuatku terpesona dan kembali lagi pada pertannyaan sebelumnya..siapakah dia?
Tausiyah pun usai. Masih saja belum kutemukan jawaban yang pasti tentang
dirinya. Jamaah mulai beranjak dari tempat duduknya,termasuk wanita sholeqah
yang tadi disampingku. Tak kusadari dia telah pergi. Ya Tuhan..
benarkah
dia sahabatku?
Subhanallah,ternyata dia mbak Yulia
temanku belajar TPA ketika masih kecil dulu. Sudah 6 tahun lebih kita tidak
bertemu, pantas saja aku merasa pernah melihatnya. Tapi kenapa dia tidak
mengenaliku? Mungkin saja dia pangling, samahalnya aku yang tak mengenalinya
saat pertama kali melihatnya. Alhamdulillah dia baik-baik saja, sekarang dia
nampak dewasa dan begitu nggun dengan busana muslimah yang ia kenakkan.
Teringat masa kecil, saat dirinya
dan aku bersama-sama belajar membaca alqur’an. belajar menghafal surat-surat
pendek dalam alqur’an hingga belajar menghafal do’a sehari-hari. Masih sangat
jelas dalam ingatanku masa kecil yang penuh dengan kenangan itu. Sampai pada
suatu ketika dia harus meninggalkanku, karena lulus SD dia harus melanjutkan
sekolah di pondok pesantren. Memperdalam ilmu agama hingga 6 tahun lamanya. Aku
merasa dialah anak yang paling beruntung sedunia. Karena tanpa meminta, orang tuanya
sudah sangat mengetahui keinginannya, yaitu sekolah di pondok pesantren.
Sementara aku, lulus dari SD ingin
sekolah dipondok pesantren tidak di ijinkan oleh orang tua. Lulus dari SMP
ingin sekolah dipondok pesantren, masih juga tidak boleh. Akhirnya,kembali lagi
aku sekolah disekolahan formal. Dan memendam semua keinginanku dalam-dalam.
Sampai saat ini,aku masih saja berada
pada garis yang lurus. Menuruti apa yang mereka inginkan,selagi itu dalam
kebaikan. Dan sampai saat ini pula, aku masih percaya merekapun menginginkan
yang terbaik untuk diriku. Mereka ingin melihatku menjadi perawat. Ya itulah
cita-cita mereka..
Satu tahun lagi aku lulus dari SMA,
ya Tuhan..jikalau aku meminta ijin kepada ayah dan ibu untuk melanjutkan
pendidikan di asrama atau di universitas islam akankah mereka mengijinkannya?
Mbak Yulia membuatku sangat iri.
Sudah sangat lama aku ingin menuntut ilmu agama di pondok pesantren. Tapi
sampai sekarang masih juga belum kesampaian. Ayah dan ibu memintaku untuk
sekolah disekolahan formal saja. Kata mereka pondok pesantren itu tidak menjamin seseorang menjadi baik. Kamu bisa
menjadi baik dan sholehah tanpa harus sekolah dipondok pesantren.
Aku hanya bisa diam dan menahan
sesak didadaku. Selalu saja itu yang mereka katakan ketika aku meminta untuk
disekolahkan di pondok pesantren. Dan untuk malam ini, kembali lagi aku bertemu
dengan orang yang menghidupkan harapan itu. Harapan yang sudah lama aku kubur
dalam-dalam. Dua tahun yang lalu, minggu yang lalu,lusa dan bahkan kemarin aku
sempat berfikir untuk menuruti semua perkataan orang tuaku. Aku akan menjadi
perawat serta menjadi anak yang baik dan sholeqah tanpa sekolah dipondok
pesantren.
Tapi untuk malam ini, semuanya
kembali terasa gelap. Keinginan itu hidup lagi. Dan harapan itu ada, segaris
dengan harapanku untuk lebih memperdalam
lagi ilmu agama. Tapi bagaimana dengan ayah dan ibu. Dengan cara apalagi aku
membujuk mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul 20:40 WIB,aku harus segera pulang. Ku kayuh secara perlahan sepeda onthel itu. Di kesendirian dalam perjalanan pulang, fikirku kembali melayang membayangkan indahnya belajar ilmu agama di pondok pesantren. Dengan santri yang baik, dengan jilbab yang terjulur lebar dengan segala macam rutinitas yang membuatku begitu ingin merasakannya.Benar-benar ingin merasakannya. Tanpa sadar, jatuhlah air bening dari kedua sudut mataku.
Ya Tuhan..permudahlah hamba dalam
menuntut ilmu. Jangan biarkan hamba menjadi anak yang durhaka pada kedua orang
tua hamba. Mohon bukakan pintu hati kedua orang tua hamba agar mengijinkan
keinginan hamba untuk sekolah ditempat yang hamba inginkan. Ya Allah..jika
takdir-Mu berkata lain, tutun hamba menjadi wanita yang baik. Rengkuh dan
peluklah hamba kembali ketika hamba mulai lalai. Ya Allah..damaikanlah hamba
dengan keputusan-Mu bantu hamba untuk bertahan. Dan tanamkan pada hati hamba
bahwa takdir-Mu itu lebih indah dari apa yang hamba inginkan dan harapkan.
Amin..